FILSAFAT PENDIDIKAN
MANUSIA DAN KEBENARANNYA
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Fitra ( A 241
15 036 )
Debora Tresia Purba
( A 241 15 091 )
Puput Amanda Wizahfitri ( A 241 15 103 )
Andi Siti Nurhaya Hafis ( A 241 15 106 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2018
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca dalam memahami materi filsafat pendidikan. Harapan kami semoga makalah
ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
Makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3
Tujuan Penulisan...................................................................................... 3
1.4
Metode Penulisan..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian ManusiadanKebenaran........................................................... 4
2.2
Cara MencariKebenaran........................................................................... 8
A. KebenaranAgama................................................................................ 8
B. KebenaranFilsafat............................................................................... 9
C. KebenaranIlmuPengetahuan............................................................... 10
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan............................................................................................... 14
3.2
Saran......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manusia
selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh
kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian
yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan
dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada
hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah
formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena
tersebut.
Struktur
pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap
kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur
terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah
pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap
kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur,
khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan
ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat
pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar
terstruktur dengan jelas.
Filsafat
ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu
pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai
objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi
pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari
pandangan yang materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan
berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif menjadi diabaikan.
Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu
pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode
ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut
tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek
pragmatis-materialistis.
Dari
semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi, epistemologi,
dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin.
misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan
yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada
taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. Kebenaran dapat
dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan kebenaran
metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasa, etika, ia menunjukkan hubungan
antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi
bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan hubungan antara
pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan dengan
yang-ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri
kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang
menyatakannya.
1.2.
Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam
makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita rumusan masalah-masalah
yang akan di bahas, antara lain :
1.
Apakah
Pengertian dari Manusia?
2.
Apakah
Pengertian dari Kebenaran
3.
Bagaimana cara
mencari kebenaran itu sendiri?
1.3.
Tujuan Penulisan
Adapun manfaat pembuatan makalah ini adalah :
1.
Agar mahasiswa
mampu mengetahui pengertian Manusia dan Kebenaran.
2.
Mahasiswa mampu
menjelaskan bagaimana cara mencari kebenaran tersebut.
1.4.
Metode Penulisan
Metode
yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran
tentang materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur
buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga penulis ambil sedikit dari media
massa/internet. Dan diskusi mengenai masalah yang dibahas dengan teman-teman.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Manusia dan Kebenaran.
Manusia
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi atas segala sesuatu, sehingga secara
alamiah manusia berpikir untuk mencari kebenaran. Dimana dengan pemikiran itu
maka terciptalah pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya tercipta dari suatu
pemikiran manusia saja, pengetahuan juga ada yang berasal dari pengalaman hidup
manusia.
Mencintai
pengetahuan adalah awal proses manusia mau menggunakan daya pikirnya, sehingga
mampu membedakan mana yang riil dan mana yang ilusi. Orang Yunani awalnya
sangat percaya pada dongeng dan takhayul. Seiring dengan perkembangan zaman,
kemudian berubahlah pola pikir orang-orang terdahulu menjadi pola pikir yang
berdasar pada pengalaman, rasio dan dibuktikan kebenarannya dengan penelitian.
Hal
ini bisa dimengerti karena manusia memang makhluk yang kompleks, yang tidak
sederhana. Manusia adalah makhluk yang “misterius”, yang selalu menarik untuk
dikupas dan dibicarakan (Setiardja, 2005: 21).
Jika
kita melihat kembali pada sejarah filsafat manusia dapat kita temukan jawaban
mengenai manusia dari berbagai aliran. Aliran yang pertama adalah aliran
materialisme belaka (ekstrim) yang dipelopori oleh Junalien Offray de Lamettrie
yang hidup pada tahun 1709-1751. Menurut aliran ini manusia adalah materia
belaka. Aliran ini mengingkari kerohanian dalam bentuk apa pun, bahkan
mengingkari adanya pendorong hidup. (Poedjawijatna,1997:165-166). Aliran lain
yang dapat digolongkan dalam materialisme adalah darwinisme meskipun aliran ini
kurang ekstrim. Aliran ini berpendapat bahwa manusia tidak ada bedanya dengan
binatang, segala tindak tanduk manusia itu ditentukan oleh alam.
Materialisme
belaka ternyata tidak dapat memuaskan, terutama mengenai perubahan-perubahan
yang sukar dapat dimasukkan kerangka kejasmanian. Orang mulai menyadari bahwa
manusia bukanlah mesin, ada kesatuan di dalamnya, ada pendorong untuk bertindak
dan untuk hidup pada umumnya. Aliran ini disebut antropologia vitalitas. Aliran
yang dapat digolongkan ke dalam aliran filsafat manusia yang vitalistis adalah
marxisme. Marxisme berpendapat bahwa perkembangan masyarakat atau sejarah tak
lain adalah perkembangan bahan. Cenderung hidup itulah yang menyebabkan manusia
hendak terus ada dan terus berkembang. Makan, minum, dan pakaian merupakan kerangka
hidup, dengan demikian manusia adalah sama dengan binatang karena mempunyai
kebutuhan yang sama. Letak perbedaan manusia dengan binatang adalah usaha
manusia menghasilkan keperluan hidupnya. Usaha ini dilakukan dengan menggunakan
alat. Aliran ini sampai pada kesimpulan adanya pendorong hidup pada manusia,
akan tetapi pendorong ini tak lain adalah materia. Meskipun mengakui adanya
perbedaan antara manusia dengan binatang, tetapi aliran ini tidak menerangkan
penyebab perbedaan tersebut.
Aliran
marxisme ditentang oleh idealisme. Jika marxisme amat mengutamakan jasmani,
maka idealisme amat mengutamakan roh, sehingga jasmani kurang dihargai. Tokoh
aliran idealisme adalah Fichte, Schelling, dan Hegel. Aliran yang mempertemukan
kedua aliran ini adalah eksistensialisme. Menurut aliran ini cara manusia ada
di dunia itu khusus. Manusia menyatu dengan dunia.
Dalam
cahaya kesadarannya manusia melihat dirinya sendiri terhadap realitas yang
bukan “aku”. Dalam tangkapan yang pertama yang nampak ialah perbedaan antara
aku dan dan realitas sekitarku: tetapi sebenarnya di samping keduaan antara
manusia dan dunia, manusia dan dunia itu juga merupakan kesatuan. (Setiardjo,
2005:23)
Manusia
adalah makhluk berbadan jasmani dan berjiwa rohani. “manusia menjasmanikan diri
dalam alam jasmani: makan, minum, bernafas, tidur, tetapi manusia juga
memanusiakan dan merohanikan alam jasmani dengan mengangkatnya ke dalam dan ke
tinggian eksistensinya yang manusiawi. Manusia memiliki transedensi, memiliki
keunggulan untuk mengatasi struktur alam jasmani. (Setiardjo, 2005:24)
Kebenaran
adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang
menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu kebenaran.Berbicara
tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping
itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria
ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang
ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi
ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah
perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam
dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu
bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan
sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan
harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti
(begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas
dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan
dalam satu kesatuan system.
Maksud
dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato
pernah berkata: "Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan,
bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; "Kebenaran itu adalah
kenyataan", tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang
seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidak benaran (keburukan).
Dalam
bahasan, makna "kebenaran" dibatasi pada kekhususan makna
"kebenaran keilmuan (ilmiah)". Kebenaran ini mutlak dan tidak sama
atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan
hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah
suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran
merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu
secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga
ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah
semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.
Selaras
dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan
obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang
dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.
Meskipun
demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat
akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
demikian seterusnya. Hal ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia
yang transenden,dengan kata lain, keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang
terdapat dalam diri manusia. Dari sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran
yang trasenden, artinya tidak henti dari kebenaran itu terdapat diluar
jangkauan manusia.
Kebenaran
dapat dikelompokkan dalam tiga makna: kebenaran moral, kebenaran logis, dan
kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan
hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran
logis menjadi bahasan epistemologi, logika, dan psikologi, ia merupakan
hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Kebenaran metafisik berkaitan
dengan yang-ada sejauh berhadapan dengan akalbudi, karena yang ada
mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran,
dan akalbudi yang menyatakannya.
Menemukan
jawaban yang salah terhadap masalah asasi (manusia, alam dan Tuhan) akan berakibat fatal bagi kehidupan
umat manusia tersendiri. Oleh karenanya persoalan penting dan mendasar adalah
dengan cara apa manusia mencari jawaban atau mencari kebenaran itu. Atau dengan
kata lain manusia menemukan kebenaran itu menggunakan cara seperti apa.
2.2.
Cara Mencari Kebenaran
Ada
tiga cara manusia mencari dan menemukan kebenaran yaitu dengan Agama, Filsafat
dan Ilmu pengetahuan.
A. Kebenaran
Agama
Kebenaran
agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh hati nurani
merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja karena sumber kebenaran
itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga karena yang
menerima kebenaran ini adalah satu subyek dengan integritas kepribadian. Nilai
kebenaran agama menduduki status tertinggi karena wujud kebenaran ini ditangkap
oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman
ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang
didalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk
dijalankan oleh manusia.
Manusia
bisa mengetahui kebenaran mutlak, karena manusia dibekali tidak hanya
indera dan rasio, namun juga akal budi, hati nurani, intuisi, iman, dan rasa yang
menjadi satu entitas
jiwa yang utuh
di dalam diri
manusia. Manusia bisa
mengetahui bahwa dirinya manusia,
dan mampu membedakan
dirinya dari kuda,
ayam, pohon, air,
dan sebagainya pun dapat
disebut sebagai kebenaran
mutlak. Sebenarnya banyak
kebenaran- kebenaran
sederhana dan mendasar yang bernilai mutlak yang kita ketahui, dan
mungkin saja ada jauh lebih banyak lagi kebenaran-kebenaran mutlak yang tidak
kita ketahui di dunia ini.
Di
dalam Islam terdapat dua istilah yang berbeda untuk kebenaran mutlak yang
berasal dari wahyu (al- haqq) dan kebenaran relatif yang berasal dari pemikiran
dan interpretasi (al-shawwab). Perbedaan- perbedaan pendapat
di dalam ranah al-shawwab,
sebagai contoh perbedaan empat mazhab
fikih, diakui dan diterima
keberadaannya setelah melewati
uji validitas berdasarkan
sumber-sumber hukum utama. Sementara itu, penyimpangan yang mendasar
terhadap al-haqq, seperti meniadakan Tuhan, dianggap batil dan keliru. Inilah
tingkatan kebenaran. Dalam Islam, kebenaran itu bersumber dari Allah melalui
wahyu-Nya. Islam menafikan kebenaran relatif.
Kebenaran
agama bersifat mutlak karena itu berasal dari Allah SWT. Manusia memperoleh
kebenaran agama dengan melihat kitabsuci, apa yang dikatakan benar oleh kitab
suci adalah benar, dan apa yang dikatakan salah oleh kitab suci adalah salah.
B. Kebenaran Filsafat
Kata
filsafat atau falsafah berasal dari bahasa yunani “philosophia”. Secara
etimologi berarti cinta pengetahuan atau cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta
kebijaksanaan disebut philosophas atau failosuf (filsuf). Pecinta kebijaksanaan
atau pengetahuan disini maksudnya ialah orang yang menjadikan pengetahuan
sebagai usaha dan tujuan hidupnya atau dengan kata lain orang yang mengabdikan
hidupnya kepada pengetahuan. Para pakar berbeda dalam memutuskan batasan
filsafat misalnya plato (427-347 SM), filsuf yunani ini menyatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles (384-322 SM),
murid plato menyatakan bahwa filsafat itu ialah menyelidiki sebab dan asas
segala benda. Al-Farabi (870-950 M) seorang filsuf muslim memberikan definisi
filsafat ialah pengetahuan alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat
yang sebenarnya (al-‘ilm bi al-maujudat bima hiya maujudat).
Harun
Nasution sebagai pakar filsafat Indonesia memberikan definisi filsafat ialah
pengetahuan tentang hikmat, pengetahuan tenteng prinsip atau dasar-dasar
tentang hal yang dibahas. Intisari filsafat ialah berpikir menurut tata tertib
logika dengan bebas tanpa terikatpada tradisi, dogma serta agama dengan
sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. Hasbullah Bakry,
penulis Sistematik Filsafat menjelaskan bahwa filsafat ialah ilmu yang
menyelidiki tentang segala sesuatu yang mendalam mengenai ketuhanan, alam
semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana
hakikat sejauh yang dapat dijangkau oleh akal manusiadan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Dari
definisi-definisi yang ditampilkan diatas dapat disimpulkan secara singkat
bahwa filsafat ialah ilmu istimewa yang mencoba menjawab masalah-masalah yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa, yaitu usaha manusia dengan
akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral serta sistematik
hakikat segala yang ada, yaitu hakikat Tuhan, alam, dan manusia.
Endang
Saifuddin Anshari menjelaskan bahwa filsafat tidak menghasilkan keyakinan oleh
karena alat filsafat satu-satunya yang dipakai adalah akal. Sedangkan akal
hanyalah satu bagian dari rohani manusia dan tidak mungkin mengetahui sesuatu
keseluruhan hanya dengan satu bagian. Maka keseluruhan kebenaran dapat
diketahui dengan seluruh rohani manusia (perasaannya, akalnya, intuisinya,
nalurinya). Karena satu-satunya alat yang digunakan dalam filsafat ialah akal
yaitu satu bagian dari rohani manusia, kiranya belum mampu menjangkau
keseluruhan kebenaran tentang manusia, alam dan Tuhan. Dengan kata lain
kebenaran yang dicapai filsafat adalah tidak mutlak atau nisbi.
Plato
dan Aristoteles menolak pemikiran kaum sofisme. Mereka percaya bahwa ada
kebenaran yang bersifat
universal. Di masa
kini, ketika segalanya
dipandang dalam kerangka perubahan dan perkembangan, tampaknya
kebenaran pun tidak luput dari
kerangka pemikiran ini. Kebenaran lantas
dipandang tak pernah final
dan tak pernah mutlak.
Manusia pun semakin ragu terhadap ada tidaknya kebenaran yang
melintasi batas ruang dan waktu, tak terikat oleh zaman dan tempat. Padahal
ada postulat-postulat yang
terus berlaku sepanjang
masa yang terkadang
luput dari kesadaran manusia itu sendiri.
Kenyataan bahwa setiap yang
bernyawa akan mati juga sejak
zaman batu hingga zaman sekarang masih tetap, tak berubah mengikuti tempat dan
waktu.
C. Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan atau disingkat ilmu, berasal dari kata arab ‘ilm masdar dari kata
‘alima yang artinya pengetahuan. Ada dua jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan
biasa dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan biasa diperoleh dari keseluruhan
bentuk upaya kemanusiaan seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra, dan
intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memerhatikan objek, cara dan
kegunaannya, pengetahuan ini disebut knowledge. Pengetahuan ilmiah juga
merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu dengan
memerhatikan objek yang ditelaah. Dengan kata lain, pengetahuan ilmiah
memerhatikan objek antologis, epistemologis, dan landasan aksiologis dari
pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan ilmiah inilah yang disebutilmu atau
science.
Sebagaimana
dikatakan di atas bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Walaupun demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam
kemampuan-kemampuan, terutama dengan budinya. Manusia tidak mungkin tahu
segala-galanya. Namun dengan budi dan karsanya manusia adalah transenden,
artinya mengatasi struktur alam jasmani ini. Ia dapat berpikir dan
bercita-cita, berkeinginan secara melampaui ruang dan waktu. Ia dapat berpikir
tentang keadaan ribuan tahun yang lalu dan ribuan tahun mendatang. Ia dapat
mengetahui keadaan atau situasi yang jaraknya ribuan kilometer dari tempat ia
berada. Berkat budi dan karsanya manusia transenden , penuh dinamika, namun
maretialitasnya membatasi aktivitas-aktivitas manusia. Sebagai makhluk
transenden manusia penuh dinamika, maka dia tidak puas dengan pengetahuan yang
sederhana yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia berusaha
mencari pengetahuan yang tersusun secara teratur yang mempunyai sistem. Ia
berusaha meningkatkan pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan, yaitu seperangkat
pengetahuan tentang satu obyek yang tersusun secara sistematis dengan
mempertanggungjawabkan sebab-sebabnya.
Pada
dasarnya ilmu mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran, sehingga untuk mencapai
kebenaran yang dimaksud dipakailah metode yang dikenal dengan metode ilmiah.
Metode ini yang membedakan antara pengetahuan dan ilmu, dimana ilmu memerlukan
jalan panjang yang harus dilalui dalam proses dari pengetahuan biasa menjadi
pengetahuan ilmiah. Perumusan metode ilmiah pada umumnya melalui proses sebagai
berikut:
a.
Pengumpulan data
dan fakta
b.
Pengamatan data
dan fakta
c.
Pemilihan data
dan fakta
d.
Penggolongan
data dan fakta
e.
Penafsiran data
dan fakta
f.
Penarikan
kesimpulan umum
g.
Perumusan
hipotesia
h.
Pengujian
hipotesis melalui riset, eksperimen
i.
Penilaian
j.
Perumusan teori
ilmu pengetahuan
k.
Perumusan dalil
atau hukum ilmu pengetahuan
Ilmu
memiliki karakteristik tertentu yaitu hasil pemahaman manusia yang disusun
dalam satu sistem mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan
hukum tentang hal ikhwal yang diselidiki (objek) sejauh yang dapat dijangkau
daya akal manusia melalui pengujian secara empiris, riset dan eksperimen.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki ciri-ciri rasional,
komulatif, objektif, dan universal. Dengan ciri-ciri yang demikian dimana akal
sebagai tumpuannya maka sudah tentu tidak semua persoalan manusia, khususnya
ultimate problems bisa mampu dijawab oleh ilmu. Karena sejatinya pencapaian
kebenaran ilmu itu tidaklah absolut melainkan nisbi.
Di dunia
sains, kebenaran seluruhnya
tampak bernilai relatif
karena sains telah
membatasi diri hanya menerima
sumber kebenaran dari indera dan rasio yang juga memiliki keterbatasan-keterbatasan.
Wajar jika kemudian perubahan yang terjadi secara terus-menerus membuat manusia berpikir bahwa kebenaran di
dalam sains pun terus berubah seiring waktu. Hanya saja, karakteristik
kebenaran sains yang relatif ini tidak lantas berlaku untuk kebenaran-kebenaran
di luar ranah sains yang diperoleh dari
sumber-sumber di luar indera
dan rasio. Sains
perlu berhati-hati untuk
tidak melakukan
over-generalisasi dan pemastian-pemastian di luar batas
kemampuannya. Lebih jauh, karakteristik relativitas
kebenaran sains ini
juga bukan menjadi
legitimasi untuk memaksakan kepada manusia
untuk menerima semua
pandangan sebagai kebenaran,
karena seperti telah disebutkan sebelumnya, hanya
pernyataan-pernyataan yang lebih mampu melukiskan kompleksitas realitas, lebih
mampu menangkap aspek-aspek signifikan, lebih representatif, dan dapat
dipertanggungjawabkanlah yang patut diterima sebagai kebenaran di dalam sains.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
1.
Manusia adalah
makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah SWT, karena manusia
manusia disempurnakan oleh akal pikiran yang tidak dimiliki oleh mahkluk hidup
lainnya. Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha "memeluk" suatu
kebenaran.
2.
Manusia sebagai
makhluk pencari kebenaran, tentulah akan melakukan segalanya untuk mencapai
kebenaran yang diinginkan, ada tiga cara manusia untuk mencari dan menemukan
kebenaran yaitu: melalui pengetahuan, filsafat dan agama.
3.2
Saran.
Kami
sadar bahwa makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu
kami sangat memerlukan kritikan ataupun saran dari pembaca makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, S. takdir,
"Pembimbing ke Filsafat" dalam Anshari, Endang Saifuddin, Wawasan
Islam: pokok-pokok pikiran tentang paradigma dan sistem islam, cet. I,
(Jakarta: Gema Insani, 2004)
Anonim. (2015). Makalah Filsafat Pendidikan, [Online].
Tersedia: http://filsafat-dh.blogspot.co.id/2015/01/makalah-filsafat-pendidikan.html.
Hermawan.W. (2012). Makalah Filsafat Pendidikan, [Online]. Tersedia: http://wawanhermawan90.blogspot.co.id/2012/01/makalah-filsafat-pendidik
an.html.
Osborne,
Richard. 2001. Filsafat untuk Pemula. (diterjemahkan oleh P Hardono
Hadi). Yogyakarta: Kanisius.
Poedjawijatna.
1997. Pembimbing ke Arah Alam Filsafat. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Setiardja,
A.Gunawan.2005. Manusia dan Ilmu Telaah Filsafat atas Manusia yang Menekuni
Ilmu Pengetahuan. Cetakan III. Semarang.
Susanto, Ahmad.
2011. Filsafat Ilmu Hlm. 85.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.